Tuesday, 23 September 2014

Apakah ada Reinkarnasi dalam Islam?

REINKARNASI menurut QURAN (bukan menurut Jumhur ulama ):
Simak dan renungkan ayat berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan­)…” (Q.S Al Hujaraat (49) : 11)

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mau mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan bangkai daging saudaranya sendiri ?” (Q.S Al Hujaraat (49) : 12)

“Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dengan terkunci mati pendengaran dan hatinya dan tertutup atas penglihatannya.­ Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ?” (Q.S Al Jaatsyiah (45) : 23).

Oke, sekarang ke topik reinkarnasi. Dalil dalil yang akan dijelaskan dibawah ini termasuk ayat mutasyabihat, yakni ayat yang memerlukan penelitian atau pengkajian lebih mendalam oleh karena maknanya tersembunyi. Dalam suatu Hadist, Nabi mengatakan : Al Quran disampaikan dalam tujuh dialek, dan dalam setiap dialek ada makna luar dan ada makna dalamnya.

Nah, makna dalam (yang tersembunyi) inilah yang sesungguhnya harus diteliti oleh manusia. Bagi kebanyakan umat Islam, ayat mutasyabihat dilewatkan begitu saja padahal Al Quran menganjurkan manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami ayat yang maknanya tersembunyi agar bisa ditemukan maksud yang sebenarnya.

Perhatikan ayat berikut ini :
“Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,­ semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.(Q.S Ali Imran (3) : 7)

“Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al Quran ini segala macam perumpamaan untuk manusia. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang tidak (mau) memahaminya”. (Q.S Ar-Ruum (30) : 58-59)

Dibawah ini ada tiga ayat Al Quran yang berbicara tentang reinkarnasi, mari kita simak ayatnya :
1. “Dan Allah telah menciptakan kamu semua, kemudian Dia mewafatkan kamu semua. Dan diantaramu ada yang dikembalikan pada umur yang paling lemah sehingga tidak mengetahui sesuatu apapun apa-apa yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa”. (Q.S An Nahl (16) : 70)
2. “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dan keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Kemudian, Allah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S An Nahl (16) : 78)
3. “Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya kami kembalikan dia pada kejadiannya (penciptaan awal). Apakah mereka tidak memikirkan ?” (Q.S Yaasin (36) : 68)
Pada ayat pertama Allah menjelaskan bahwa manusia sesungguhnya diciptakan oleh Allah kemudian yang mematikan juga Allah. Dan diantara manusia itu ada yang “dikembalikan kepada umur yang paling lemah”.

Kalimat ini seringkali diartikan oleh para penafsir Al Quran sebagai orang yang tua renta. Sedangkan kata “sehingga tidak mengetahui sesuatu apapun apa-apa yang pernah diketahuinya” ditafsirkan sebagai pikun.
Tafsiran tersebut sesungguhnya tidak tepat !. Dan sepertinya si penerjemah tidak belajar ilmu biologi tentang proses pertumbuhan manusia. Kelirunya dimana ? Coba kita pikir bagaimana mungkin dikembalikan kepada umur yang lemah adalah menjadi tua renta ? memangnya orang tua renta itu sudah pasti lemah fisik dan ingatan ? Kata-kata “dikembalikan” pada ayat diatas sudah tentu maknanya kembali ke waktu sebelumnya yaitu awal penciptaan fisik manusia alias bayi berumur 0 tahun ! inilah umur yang paling lemah !

Loh jangan-jangan bayi yang dimaksud adalah sifatnya yang seperti bayi ? Ya jelas bukan ! Tidak ada orang tua renta berkelakuan seperti bayi. Banyak diantara mereka meski sudah tua renta masih aktif diberbagai kegiatan politik, ekonomi, bisnis dan lain sebagainya. Dan yang pikun pun belum tentu orang tua renta. Orang yang masih berusia muda pun banyak yang sudah pikun dan lemah fisiknya.

Kalau umur yang paling lemah itu sudah pasti orang tua renta, lah kuatan mana orang tua renta atau bayi ? Ya tentu saja orang tua renta lebih kuat !. Bayi sudah pasti tidak bisa menggendong orang tua renta tapi orang tua renta masih bisa menggendong bayi. Lagipula orang tua renta belum tentu lemah secara fisik. Banyak kejadian orang tua renta yang masih kuat menikah dan punya anak meski umurnya hampir 100 tahun ! Jadi jelas bahwa makna “umur yang paling lemah” adalah umur 0 tahun (bayi) dan bukan orang tua renta.

Kemudian kata-kata “tidak mengetahui sesuatu apapun apa-apa yang pernah diketahuinya” juga sering diartikan pikun. Padahal, bahasa Arabnya pikun adalah kharif jadi jelas tidak cocok dengan terjemahan ayat tersebut. Untuk menafsirkan kata “tidak mengetahui sesuatu apapun”, kita harus mencari ke ayat Quran yang lain. Inilah cara menafsirkan yang terbaik, yakni menafsirkan ayat Al Quran dengan ayat Al Quran yang lain.

Kita melompat tujuh ayat berikutnya yaitu di Q.S An Nahl (16) : 78 : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun”. Nah kini jelaslah sudah bahwa “tidak mengetahui suatu apapun” adalah bayi !. Kalau makna “tidak mengetahui sesuatu pun” diartikan pikun, lah mosok bayi dilahirkan dalam keadaan pikun? Pikun adalah sering lupa dan bukan tidak mengetahui sesuatu apapun sama sekali. Justru yang tidak mengetahui suatu apapun adalah bayi !

Apa yang pernah dialami bayi itu pada kehidupan sebelumnya akan terlupakan. Ingatan tersebut tersimpan di alam bawah sadarnya. Di ayat ketiga, (Q.S Yaasin (36) : 68) disebutkan : “Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya, niscaya kami kembalikan dia pada kejadiannya (khalq)”.
Apakah mereka tidak memikirkan?

Ayat ketiga ini juga sering ditafsirkan : manusia yang dipanjangkan umurnya akan menjadi lemah dan kurang akal (menjadi tua renta dan pikun). Tafsir ini biasanya terdapat pada catatan kaki kitab suci Al Quran. Tapi lagi-lagi ayat ini ditafsirkan secara keliru mungkin karena minimnya wawasan. Pada ayat tersebut ada kata dalam bahasa Arab yakni “khalq” yang artinya penciptaan. Dengan demikian, dikembalikan kepada kejadiannya adalah dikembalikan pada penciptaan fisik awal yaitu bayi ! Jadi maksud dipanjangkan umurnya adalah ia hidup atau terlahir kembali menjadi bayi. Umur ruhaninya diperpanjang melalui jasad atau fisik yang baru.

Ayat ini pun ditutup dengan kalimat “Apakah mereka tidak memikirkannya?”­. Nah, apanya yang perlu dipikirkan jika makna dipanjangkan umurnya sudah pasti pikun dan tua renta? Sesuatu yang sudah jelas tentu tidak perlu dipikirkan lagi. Ini jelas menantang manusia untuk memikirkan makna sesungguhnya yang tersembunyi. Nah kalau ada orang yang meninggal dan beberapa waktu kemudian lahir kembali menjadi bayi maka tentu ini memerlukan pemikiran ! perlu adanya penyelidikan !

Sebenarnya, jika kita ingin mencari ayat yang menceritakan proses pertumbuhan fisik manusia dari bayi sampai dengan tua, maka kita tidak perlu melakukan tafsir yang terkesan “dipaksakan” seperti yang dilakukan para penerjemah pada ayat-ayat diatas.

Ternyata, ada ayat Al Quran yang telah sangat jelas menceritakan pertumbuhan fisik mulai dari bayi, dewasa hingga tua. Mari simak ayat dibawah ini :
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah (bayi, pen), kemudian Dia menjadikan sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat (dewasa, pen) kemudian Dia menjadikan sesudah kuat itu lemah dan beruban (tua, pen). Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya­ dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.
(Q.S Ar Ruum (30 : 54)

Perhatikan surah Ar Ruum : 54 tersebut !, pada kata “khalq” bermakna “menciptakan” fisik manusia, yakni bayi. Kemudian dari bayi, Allah “menjadikan” manusia hingga dewasa dan setelah itu “menjadi” tua. Pada ayat ini, ada dua kata yakni “menciptakan” dan “menjadikan”. ”Menciptakan” adalah awal dari sebuah kehidupan fisik manusia yakni bayi sedangkan “menjadikan” merupakan proses lanjutan fisik manusia. Jadi ayat diatas memberikan gambaran secara berkelanjutan mengenai proses pertumbuhan fisik manusia mulai dari bayi, dewasa sampai tua. Dan makna tua tersebut menjadi sangat jelas karena ditambahkan kata “beruban”.

Nah, karena ayat ini sudah sangat jelas, maka surah Ar Ruum ini tidak ditutup dengan kata-kata “Apakah mereka tidak memikirkannya?”­ sebagaimana surah Yaasin (36) : 68.
Tiga dalil pertama yang telah disebut diatas sebenarnya sudah cukup untuk membuka wawasan kita tentang kebenaran reinkarnasi sebagai keniscayaan. Namun agar wawasan kita bertambah, mari kita lanjutkan dengan dalil yang lain :

Kami telah menentukan kematian diantara kamu dan sekali-kali tidak dapat dikalahkan. Untuk menggantikan kamu dengan orang-orang seperti kamu dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. (Q.S Al Waaqi’ah (56) : 60-61)

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa kematian yang terjadi pada diri kita itu adalah untuk menggantikan orang-orang yang seperti kita dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kata “menciptakan kamu kelak” juga sering ditafsirkan bahwa Allah membangkitkan/­menciptakan manusia lagi kelak setelah kiamat.
Tafsiran tersebut terlalu dangkal, sebab kata lanjutannya adalah “dalam keadaan yang tidak kamu ketahui”.

Logikanya adalah apa pedulinya manusia terhadap keadaan fisik mereka sendiri setelah dibangkitkan pada hari kiamat ? Tidak mungkin mereka peduli lagi dengan wujud/fisik mereka oleh karena mereka pasti grogi, panik menghadapi hisab. Tapi mengapa ada penambahan kata-kata “dalam keadaan yang tidak kamu ketahui” ? Apa pentingnya penambahan kata tersebut ? Nah ternyata maksud kata-kata tersebut adalah, diri kita yang telah mati akan terlahir kembali dalam bentuk fisik lain atau rupa yang kita tidak ketahui. Ini artinya kita bisa dilahirkan kembali ke bumi dengan wajah rupawan ataupun buruk rupa. Bisa sehat, bisa juga cacat. Bisa berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dst. Jadi sebenarnya Tuhan itu adil. Kita pernah terlahir menjadi laki-laki dan pernah pula terlahir menjadi perempuan. Oleh karena itu, sebenarnya kita tidak perlu ribut-ribut masalah kesetaraan gender ! karena semua manusia, laki atau perempuan, sama dihadapan Allah. Yang membedakan adalah ketakwaannya
(Q.S 49:13)

Loh bukankah di Al Quran (An Nisaa (4) : 34) disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin wanita ? Nah, ayat ini hendaknya jangan diartikan harfiah saja sebab ayat diatas turun karena “berkompromi” dengan budaya Arab pra Islam dimana pada masa itu kaum pria memang mendominasi kaum wanita. Ayat diatas harus ditafsirkan ulang dengan penafsiran yang lebih dalam dan cocok dengan peradaban manusia sekarang.

Makna yang sesungguhnya dari kata “laki-laki memimpin wanita” adalah ruh manusia (laki-laki) hendaknya memimpin jasad (wanita). Ruh disimbolkan oleh laki-laki. Jasad disimbolkan oleh wanita. Orang yang memimpin dengan jasad berarti ia memimpin dengan menggunakan hawa nafsunya sehingga segala keputusan yang diambil hanya menguntungkan diri sendiri atau kepentingan dunia saja (sesaat). Lain halnya jika seseorang mampu memimpin dengan ruhnya. Ia akan selalu mengambil keputusan dengan melihat dimensi akherat.

Salah satu makna kata “akherat” adalah “kehidupan yang akan datang”. Jadi seseorang yang memimpin dengan ruh akan senantiasa memiliki visi ke depan. Ia tidak mengambil keputusan yang hanya menguntungkan dirinya saja (vested interest) atau untuk kepentingan sesaat. Jika menebang pohon maka ia juga akan menanam pohon baru (reboisasi). Pemimpin seperti ini senantiasa menjauhi kemungkaran : tidak pernah korupsi, kolusi, nepotisme dan hidupnya pun selalu di isi dengan kebajikan. Menebar salam.

Menegakkan perdamaian. Jadi siapapun yang memimpin suatu organisasi atau negara -laki-laki atau perempuan- janganlah dipermasalahkan­ apalagi sampai perang dalil. Kita hendaknya memilih pemimpin yang mampu memberdayakan ruhnya yakni pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual !
Kembali ke topik reinkarnasi, kali ini kita lanjutkan dengan dalil reinkarnasi pada surah Al Ankabuut :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya kemudian mengulanginya kembali. Sesungguhnya yang demikian adalah mudah bagi Allah”.
(Q.S Al Ankabuut (29) : 19)

Katakanlah, Berjalanlah di muka bumi, perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan manusia pada mulanya, kemudian Allah menciptakannya pada kali lain. Sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk menciptakan segala sesuatu (Q.S Al Ankabuut (29) : 20)

Pada ayat 19 dan 20 diatas kita disuruh memperhatikan penciptaan manusia yang diciptakan pada awalnya dan kemudian Allah menciptakannya lagi pada waktu yang lain. Tafsiran banyak ulama mengenai “penciptaan ulang” atau “penciptaan pada kali lain” adalah manusia dibangkitkan lagi oleh Allah setelah kiamat terjadi.
Loh..loh bagaimana ini ? kalau disuruh memikirkan penciptaan awal manusia sih mudah yaitu bertemunya sperma dan sel telur yang kemudian berproses menjadi bayi, tapi kalau disuruh memperhatikan penciptaan manusia setelah kiamat, lantas bagaimana caranya? Lah.. kalau begitu apa ya mungkin Tuhan salah perintah ?

Tuhan tentu saja tidak mungkin salah perintah ! Tapi manusialah yang salah menafsirkan. Mungkin karena terburu-buru, kurang wawasan atau pusing tujuh keliling jika harus menafsirkan Al Quran yang maknanya tersembunyi. Ingat ! Al Quran itu adalah petunjuk untuk orang yang masih hidup. Lah kalau orang yang masih hidup disuruh memperhatikan penciptaan manusia setelah kiamat atau hancur leburnya alam semesta, caranya bagaimana ? jelas tidak mungkin. Mustahal bin mustahil.

Untuk memahami ayat 19 ini, coba baca ayat lanjutannya yaitu ayat 20. Nah ternyata pada ayat 20 tersebut, Allah menyuruh kita berjalan di muka bumi ? Loh apa nggak pegel ? bukan gitu maksudnya kita harus menjelajahi bumi, mempelajari pengetahuan dari belahan bumi yang lain. Nabi SAW sendiri pernah bersabda “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Kalau nuntut ilmu di Arab terus bagaimana mau berkembang pengetahuan manusia? Memangnya Allah cuma menurunkan ilmu- Nya di negeri Arab? Nah, ternyata di dunia timur ada pengetahuan reinkarnasi yang tidak diajarkan secara terang-terangan­ di Arab.

Kalau sudah demikian, berarti kita bisa lebih memahami dengan seksama ayat diatas. Ternyata kata “penciptaan kali lain” atau “penciptaan ulang” manusia pada ayat tersebut bermakna penciptaan (kelahiran) kembali manusia yang terjadi di tempat lain.

Misal, pada penciptaan awal kita lahir di Indonesia maka pada penciptaan kali lainnya kita bisa terlahir di negara Cina, Belanda, Nigeria dan lain sebagainya. Itulah sebabnya kita disuruh menjelajah bumi untuk memperhatikan penciptaan manusia yang berulang dari satu tempat ke tempat yang lain. Subhanallah ! sungguh ayat yang luar biasa !!

Mudah-mudahan penjelasan ayat diatas bisa lebih membukakan hati dan pikiran kita memahami reinkarnasi. Awalnya memang agak sulit hati dan pikiran kita menerima teori ini. Apalagi sebagian ulama ada yang berpendapat reinkarnasi adalah teori yang sesat karena tidak diajarkan oleh Nabi SAW. Nah, ulama yang seperti inilah yang membuat kebekuan berpikir dan kemunduran bagi umat Islam.

Loh apakah salah jika mengikuti pendapat ulama ? Bukankah ulama itu ahli waris nabi yang harus ditaati ? Sabar.. sabar.. jangan emosi dulu. Pendapat ulama tentu perlu untuk dipelajari, agar bisa dijadikan referensi untuk mendekati kebenaran. Tapi cukup mendekati saja, sebab hakekat kebenaran hanya pada Tuhan semata dan kita sendirilah yang harus menemukan kebenaran itu dengan petunjuk dari-Nya. Justru kalau ada ayat yang aneh harus dikejar agar tahu makna rahasia yang terkandung didalamnya. Kalau hanya menggantungkan pendapat ulama apalagi ulama yang cuma bisanya meributkan fiqih maka kita justru akan menjadi umat yang semakin tertinggal.

Masih mau lanjut ? baiklah sekarang kita akan membahas dalil berikutnya yang berasal dari Hadist Nabi SAW :
“Demi Tuhan yang jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya seseorang gugur di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi lalu gugur lagi, kemudian dihidupkan lagi lalu gugur lagi, niscaya ia tidak dapat masuk surga sebelum melunasi hutangnya”. (H.R. Nasai)

“Orang yang berhutang itu dibelenggu dalam kuburnya, tiada yang dapat melepaskannya selain ia membayar hutangnya”. (H.R. Dailami)

“Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak dapat ditutupi oleh sholat, puasa, haji dan umrah. Yang dapat menutupinya hanyalah duka-cita (kesulitan) dalam hidup mencari rezeki”. (H.R. Ibnu Asakir)

Dua Hadist awal menyebutkan bawah manusia masih akan terbelenggu untuk masuk surga sebelum hutangnya lunas. Apa yang dimaksud dengan “hutang” diatas ? hutang harta bendakah ? Hadist ini sama sekali tidak menyebut hutang harta benda. Dan kalaupun benar hutang harta benda maka tidak ada penjelasan di Hadist tersebut bahwa yang harus melunasi hutangnya adalah keluarganya (ahli warisnya).

Jika yang melunasi hutang harus keluarganya lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya keluarga (ahli waris) alias hidup sebatang kara ? bagaimana cara melunasi hutangnya ? Disinilah kita harus memahami bahwa hutang yang dimaksud adalah hutang perbuatan sedangkan hutang harta benda sudah menjadi bagian dari hutang perbuatan.

No comments: