Tiga nasi goreng yang Reza,
Metha, dan Dini pesan pun akhirnya tiba, sementara pesananku belum matang juga
karena memang pesananku berbeda dengan yang lain. Jadi aku harus sedikit
bersabar menunggunya. Metha dan Dini memilih untuk mulai makan terlebih dahulu
sementara Reza menungguku, aku sadar Reza menungguku bukan karena solid atau
semacamnya yang mementingkan pertemanan diatas segalanya, tapi karena Reza tahu
sebuah fakta kalau ‘perempuan kalau makan itu LAMA’.
Jadi bisa dibilang kita
sengaja memberikan start terebih
dahulu untuk para perempuan ini karena kita tahu meskipun kita telah memberikan
start terebih dahulu pun belum tentu
mereka bisa selesai lebih cepat dari laki-laki. Lima menit pun berlalu aku
melihat Metha dan Dini baru makan beberapa suap saja, padahal jika aku dan Reza
yang makan kita pasti sudah selesai dan masih ada sisa satu menit. Maklum saja
saat kami pelantikan Marching Banda dulu, aku dan Reza sadar bahwa kita tidak
boleh menyia-nyiakan waktu yang ada sehingga semua yang kami kerjakan bisa
selesai lebih cepat.
Akhirnya makananku pun
sampai tapi bukan seperti yang aku harapkan karena yang datang padaku adalah
kwetiaw goreng dan bukan mie goreng seperti yang aku harapkan. Aku tidak bisa
berkata apa-apa karena aku kira pelayanan yang mengantar makanan ini salah atau
bercanda, tapi aku lihat dia kembali melayani yang lain jadi aku kira dia tidak
merasa bersalah.
“Lu bukannya mesen mie goreng
ya? Udah tuker aja ci, ngablu tuh abangnya” kata Metha sembari menunjuk tukang
nasi goreng itu dengan garpu.
“Udah tha gapapa ko, gua
juga suka kwetiaw” jawabku.
Dan faktanya aku adalah
omnivora jadi aku memakan segalanya bahkan pesanan salah pun akan aku tetap
makan dan tidak ada protes sedikitpun yang keluar dari mulutku. Karena aku tahu
tukang nasi goreng juga manusia, punya rasa punya hati, jadi aku sangat
mengerti kalau dia bisa lupa dan seperti lagu Seurius dalam hati nurani tukang
nasi goreng berkata “ tolong jangan samakan kami dengan botol kecap Nasional”.
Tidak hanya itu aku pun
terkadang memakan makanan sisa yang tidak habis karena teman-temanku atau
keluargaku tidak sanggup lagi untuk memakannya, kenapa? Aku yakin sebagian dari
kalian tidak pernah melakukan itu karena ‘buat apa sih?’ atau ‘itukan bekas!’
atau yang paling parah ‘udah buang aja!’. HEY! Makanlah selama kau masih bisa
makan, jadi apa salahnya kalau kita memakan makanan bekas atau sisa dari orang
lain karena aku yakin, ini semua hanyalah masalah gengsi aja.
Setelah selesai makan, aku,
Reza, Metha, dan Dini naik transjakarta untuk pulang kerumah kami
masing-masing, meskipun berbeda halte tapi kami satu arah, kami menaiki
transjakarta koridor 3 yaitu jurusan Kalideres – Pasar Baru. Keadaan bus yang
kami naiki cukup ramai, semua orang dapat duduk dan ada beberapa sisanya yang
berdiri. Kami duduk di koridor belakang. Aku bersebelahan dengan Metha, dan
Reza bersebelahan dengan Dini. Melihat Dini yang duduk bersebelahan dengan
Reza, aku melihat Metha hanya tersenyum dan sedikit menyidir dengan keadaan
itu. Aku yang tidak tahu apa-apa menjadi bingung dengan apa yang sebenarnya
terjadi, tapi jika dilihat wajah Reza jadi merah dan sedikit salah tingkah,
bingung mencari topik apa yang harusnya dibicarakan. Tapi tiba-tiba Metha
pura-pura batuk dan berkata.
“Hemm, hemm. Modus!”
sindirnya dengan volume yang cukup besar, istilah musiknya adalah mf atau metzo forte atau agak keras.
“Apaan dah tha? Modus apaan
dah?” tanya Reza yang mukanya merah, pura-pura tidak tahu dan tidak mengerti
apa-apa.
“Loh bukannya modus itu data
terbesar matematika ya?” jawabku dengan wajah datar dan tidak volume suara yang
forte a.k.a. keras.
Dengan wajah datar aku melihat
sekelilingku yang tanpa ku sadari semua penunmpang transjakarta melihatku
dengan tampang yang aneh. Reza, Dini, dan Metha hanya bisa menahan rasa tawanya
yang melihat reaksi spontanku karena pada kenyataanya aku memang tidak tahu
arti dari modus yang Metha bicarakan. Dan akhirnya selama dalam perjalanan
Metha menjelaskan padaku tentang arti modus yang dia bicarakan. Tiap berhenti
satu halte, bus transjakarta yang kami naiki semakin ramai dan itu membuat
cerita Metha tentang hubungan Reza dan Dini menjadi lebih seru, terlebih
melihat wajah Metha dengan sedikit jerawat membuat perjalanan ini terasa
panjang, karena aku tidak memperhatikan apa yang dia ceritakan, tapi lebih
memperhatikan wajah yang ada di depanku itu.
Bersambung......
Sampai ketemu hari Kamis, 17 Maret 2015
1 comment:
Kak, mana nih lanjutannya? Udah lewat dari 17 Maret loh :(
Post a Comment