Thursday, 26 February 2015

CI(n)THA - HAPPY MARCHING DAY

Hari ini adalah hari Sabtu, jadi bisa dibilang HAPPY MARCHING DAY. Selamat latihan Marching Band untuk semua pemain Marching Band di seluruh Indonesia bahkan dunia. Ada yang lain dari jadwal yang ada pada hari ini, karena akan ada pencucian alat untuk kami anggota Brass section, Brass adalah istilah lain untuk pemain alat tiup seperti Trompet, Mellophone, Baritone, Euphonium, dan Tuba. Tidak hanya brass tapi anggota Battery atau alat pukul juga ikut membersihkan alatnya.
   
Apel pembuka dimulai jam 1 siang, tapi kami diwajibkan untuk datang sejak pukul 12 untuk mempersiapkan pencucian alat agar setelah apel kami bisa langsung membersihkan alat, karena pada dasarnya Marching Band adalah semi-militer. Jadi kami tidak hanya bermain musik tapi juga belajar untuk lebih disiplin dan lebih menghargai masalah waktu.


Jam menunjukkan pukul 11 mengharuskanku untuk berangkat sekarang dengan dresscode yang aku pakai baju merah, celana training, dan sepatu kets, seakan celana training dan sepatu kets adalah hal wajib yang harus dipakai saat latihan. Karena kami anak Marching Band bukan boyband yang harus pakai celana jeans ekstra ketat yang bisa membuat pangkal paha atau selangkangan lecet bahkan sampai berdarah saat digunakan. Seperti biasa temanku Reza sudah menungguku di halte transjakarta dekat rumahku, kami setiap latihan selalu berangkat bersama naik transjakarta (baca : bukan busway) karena Reza membuatku nyaman dan merasa aman, dan hal itu juga aku selalu digosipkan berpacaran dengannya padahal kenyataannya TIDAK! Kami tidak pacaran, hanya baru pendekatan. -_- Ini membuat namaku Cipta Pratama bertambah nama tengah menjadi Cipta ‘banci’ Pratama.

“WOY CICI!” teriaknya di tengah antrean membuat semua yang mengantre serontak melihat kearahku, dan dalam hati hanya bisa berkata ‘disitu saya kadang sedih– memiliki teman seaneh dia’. Tapi satu hal yang membuat aku suka berteman dengannya adalah karena meskipun kita sudah akrab dia tidak pernah memanggilku dengan panggilan ‘banci’.

“Darimana aja lu? Udah jam berapa nih? Luluran dulu ya om?” lanjutnya.

“Ahh Nggak ko, Cuma pake bedak ketek doang” sahutku sembari melihat keringat ketiaknya yang menembus di kaosnya, tak heran kalau orang-orang yang mengantre di sekelilingnya menutup hidung dan lagi-lagi ‘disitu saya kadang sedih – memiliki teman dengan bau ketek’.

Tak lama setelah mencium bau ketiak Reza yang semerbak, bus yang kami tunggu akhirnya datang. Aku dan Reza butuh usaha keras untuk bisa masuk karena ramainya antrean tapi kami berpisah saat Reza kearah belakang bus sementara aku kearah depan bus dan lagi-lagi butuh usaha keras dan sedikit jinjik untuk bisa berpegangan dengan tali pegangan yang ada diatasku dan ‘disitu saya kadang sedih– memiliki tubuh yang kurang tinggi’.

“Cipta?” panggil seorang perempuan yang duduk tepat di depanku yang ternyata adalah Metha.

“Eh Me... Metha, mau berangkat MB juga?” tanyaku.

“Iyalah, lu ngapain disini?”

“Laah gua mau berangkat MB juga laah, lu gimana? Kan kita satu MB” kataku.

“Bukan itu, maksud gua lu ngapain disini? Kan koridor depan itu khusus untuk perempuan, lu laki-laki apa perempuan cip? Jangan-jangan elu....” Katanya dan baru aku sadari juga bahwa sebelah kiri, kanan, dan belakangku adalah perempuan semua.

“Ehh gua normal ko, gua laki-laki dan gua bukan......” sesaat aku ingin menyelesaikan perkataanku.

“Ade laki-laki yang di depan! Pindah ke belakang sekarang! Itu koridor untuk perempuan kecuali ade banci gapapa” Teriak petugas transjakarta yang mendadak membuat semua penumpang melihatku.

“I... iya pak” sahutku

Sembari ke belakang aku melihat wajah Metha dengan sedikit jerawatnya itu menahan rasa tawa keras yang membuat perutnya geli. Itu membuat wajahnya menjadi amat manis dan tak lama aku sadari, aku sudah jatuh cinta dibuatnya. Sesampainya kami di halte tujuan, Reza dan Metha yang ikut turun bersamaku serontak tertawa terbahak-bahak seakan mereka sudah menahan tawa yang teramat dalam seperti sudah ditahan bertahun-tahun lamanya.

“Hahahaha sumpah parah kocik banget lu ci” kata Reza yang memang dari awal sudah sadar bahwa koridor itu memang khusus untuk perempuan, dia sengaja menungguku sadar dan malu bahwa yang aku lakukan itu adalah salah.

“Iya, iya hahaha gila kocak parah efek muka datar lu itu, yang bikin makin lucu hahaha. Hemm jadi makin yakin nih gua ama lu ci kalo lu itu........... hehehe” sahut Metha yang memang sejak dari dalam bus tadi sudah menahan tawanya.

Aku hanya diam saja dan memasang ekspresi pokerface karena sadar dan aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan juga kalau sudah seperti ini tidak ada obat ampuh sekalipun yang dapat menahan tawa mereka berdua. Tapi tidak apa demi bisa melihat wajah dan senyum Metha, entah kenapa membuat hati ini senang dan tenang.

Jam menunjukkan pukul 12.10 saat kami tiba dan keadaan di dalam basecamp kami sudah begitu ramai dengan adanya anggota, staff, dan pelatih yang sedang mempersiapkan untuk pencucian alat hari ini. Tapi waktu salat dzuhur pun datang dan mengharuskan aku untuk salat sekarang sebelum apel pembuka dimulai. Aku, Reza, dan beberapa teman satu sectionku pergi ke masjid di dekat tempat latihan kami untuk melaksanakan salat dzuhur berjama’ah sembari melihat Metha dan Dini yang sedang berjalan di depanku bersiap untuk salat berjama’ah juga.

Setelah salat dzuhur aku duduk di kursi dekat masjid dibawah pohon mangga yang membat suasana siang ini menjadi lebih sejuk dan tidak terlalu panas, saat akan memakai sepatu, disampingku sudah duduk satu orang laki-laki dan satu orang perempuan memakai jilbab yang menurutku mereka berdua berpacaran. Namun entah kenapa terlihat mimik wajah laki-laki yang nampak sedih dan yang perempuan memegang buku ’Udah Putusin Aja!’ karya Uztad Felix Siauw yang baru-baru ini memang menjadi populer di kalangan remaja yang sedang berpacaran khususnya dengan perempuan hijab. Aku bukannya tidak tahu dengan buku itu karena aku pernah membacanya, bukunya pun bagus, menarik, segar dibaca dan dilihat karena memakai warna yang terang dan gambar yang menarik. Tapi entah kenapa pacaran disebut harampun juga kurang pas, dan memang Islam tidak mengenal kata ‘pacaran’ hanya ada ta’aruf atau istilahnya “jika belum siap jangan memulai, jika sudah siap nikahi saja!”. Mungkin itu juga sebuah perintah atau anjuran yang baik untuk mencegah perbuatan yang tidak diinginkan, namun itu semua kembali ke pribadinya masing-masing. Karena yang diharamkan itu bukan pacarannya tapi hal-hal tidak baik dan tidak seharusnya dilakukan saat pacaran. Bukan berarti aku mengatakan bahwa pacaran itu halal, karena menurutku lebih baik lagi kalau kita lebih hati-hati dalam bertindak, karena pekerjaan dan menikah yang halalpun bisa jadi haram bukan? Jadi pada intinya menurutku kita harus lebih berhati-hati dalam bertindak agar semua yang kita dapat tidak kita serap sepenuhnya tapi juga kita saring mana yang pas dan mana yang kurang pas.

Kami memulai apel pembuka kami yang dipimpin oleh Gema Ramadhan atau biasa dipanggil ‘ka gema’, dia adalah Komandan Korps di Marching Bandku, dia memiliki tubuh tinggi, tegap, dan berwibawa pastinya. Setelah dibubarkan aku langsung membongkar Mellophone yang aku pakai dan bagian slide nya direndam dengan cairan pelarut berwarna hijau yang fungsinya bisa untuk mengeluarkan kotoran yang ada di dalamnya, dan tidak lupa juga semua bahan-bahan yang harus ada seperti sikat, vavlve oil, slide grease, dan semacam lotion untuk membuat Mellophoneku menjadi lebih bersinar dari sebelumnya.

Tak terasa sudah menunjukkan pukul 16.00 yang menandakan bahwa pertemuan kali ini sudah selesai dan akan ketemu lagi hari Minggu besok untuk kembali latihan seperti biasa, saat ingin manaruh kembali alatku di tempatnya, Metha, Dini, dan Reza memanggilku dan mengajakku untuk makan dan pulang bersama dan tentu saja aku jawab “YA!” ^_^

Bersambung......
Sampai ketemu hari Kamis, 5 Maret 2015

No comments: